Semakin Pintar Guru, Semakin Sedikit PR yang Diberikan - Niswa Djupri

Breaking

Rabu, 31 Mei 2017

Semakin Pintar Guru, Semakin Sedikit PR yang Diberikan










Baru-baru saja lihat videonya Deddy Corbuzier.. Katanya, "Semakin pintar guru, semakin sedikit PR yang diberikan."





Langsung jlebb...!! Karena saya BUKAN tipe guru yang suka memberi PR. Apalagi tiap pertemuan memberi PR. Tapi saya tidak merasa jadi guru yang pintar, karena saya bukan lulusan Sarjana Pendidikan yang kalau disandingan dengan beliau-beliau yang bergelar S.Pd saya masih jauh dari ilmu teori cara mengajar yang baik dan benar.





Saya selalu menekankan pada mereka, "Kalian tidak bisa dipelajaran yang saya ajarkan tidak apa-apa. Masalah nilai itu gampang. Yang penting kalian terus berusaha untuk bisa. Kalau sudah berusaha, sudah belajar, tetap tidak bisa, lalu apa boleh buat? Saya yakin kalian tidak ingin jadi orang bodoh. Saya yakin kalian punya cita-cita masing-masing demi membanggakan sekolah dan orang tua kalian. Saya memang tidak mewajibkan kalian untuk bisa. Tapi saya mewajibkan kalian untuk terus berusaha dan selalu punya etika. Etika untuk orang lain, guru, orang tua, saudara, teman-teman, dan khususnya untuk diri kalian sendiri."





Bapak dan ibu saya tidak pernah menyuruh saya belajar. Bapak saya tetap bangga ambil raport anaknya sewaktu anak-anaknya sekolah di Madrasah Ibtidaiyah walaupun tahu anaknya tidak pernah masuk 10 besar. Dan, bapak saya semakin bangga ketika ambil raport saya di SMP, saya selalu masuk 3 besar. Bahkan ketika ada pemilihan kelas unggulan menjelang UN, saya bisa masuk kelas itu. I don't know why? Padahal saingan semakin banyak.





Dari Madrasah Ibtidaiyah sampai SMA saya rajin di organisasi, sering menjadi ketua organisasi dan ketua panitia, sempat nilai anjlok, tapi sedikitpun bapak saya tidak pernah membahas nilai-nilai pelajaran saya. Dalam pergaulan saya pernah alay dan sedikit "tersesat" 😜, tapi orang tua selalu mendukung saya. Sampai akhirnya saya kuliah di Bali pun tetap didukung.





Sewaktu melihat video Dedy Corbuzier, saya ingat bapak saya. Dedy corbuzier di video itu berkata, "Bahwa sekolah, atau belajar, atau apapun itu bukan artinya pintar dan hebat di segala bidang. No, it is not like that. Kalian harus menemukan apa yang ada di hati kalian, apa yang benar-benar kalian suka, apa yang kalian benar-benar mau. Dan, You know what?! Do it.!! Konsentrasi ke hal tersebut. Karena yang namanya hidup itu, dan apa yang namanya tidak bekerja dan sukses itu adalah ketika Anda mengerjakan sesuatu yang Anda suka. Karena ketika Anda bekerja apa yang Anda suka, Anda tidak pernah bekerja seumur hidup Anda. You will be happy.! "





Guru bukan cita-cita saya, sedikitpun tidak ada cita-cita itu. Tapi saya suka sharing ilmu, belajar banyak hal. Jadilah saya senang berkumpul dengan remaja-remaja yang semangat dan ingin semangat untuk belajar. Mungkin itulah kenapa saya diberi nama Niswatul Ma'rifah, artinya wanita yang berpengetahuan tinggi. Bapak saya berharap, saya jadi wanita yang luas pengetahuannya.





Saya sering berkata pada teman-teman remaja saya, "Kita di sini sama-sama belajar. Saya yakin di sini ada yang jauh lebih bisa dari pada saya. Makanya di sini, di kelas ini, kita sharing dan tetap jaga etika ya."





Saya ingat dosen saya S1 bernama bapak Roy Rudolf pernah berkata, "Kelas adalah tempat berkreatifitas. Jadi berkreatifitaslah.!" Biarkan siswa-siswa di kelas bahagia. Karena jika siswa stres di kelas, guru harusnya bisa intropeksi diri bahwa ada yang salah dalam mendidik.








----------------------------------------------


Niswa Djupri


Denpasar, 31 Mei 2017